assalamualaikum

...welcome to my blog...

Rabu, 15 Juni 2011

Komunikasi Dua Arah

Memandang lurus dan langsung ke mata anak, adalah kunci sukses komunikasi guru dan siswa. Jika tidak ditatap demikian, dapat dipastikan pandangan anak akan segera teralih ke sekitarnya hanya dalam hitungan detik.  Celotehan anak kerap terluncur dari bibir mungil mereka, tanpa ada sangkut pautnya sama sekali dengan apa yang sedang dibicarakan guru. Tentu saja, guru harus bijaksana menghentikan sebentar pembicaraannya untuk mendengarkan celotehan-celotehan mereka dengan penuh perhatian.  Ingat, bahwa untuk usia tiga tahun-an, tak banyak anak yang mampu dan berani menceritakan perasaannya dengan celotehan seperti itu. Itu sebabnya celotehan-celotehan mereka tak boleh dihentikan. Justeru guru harus menanggapi dan mengembangkan celotehan itu dengan beberapa kalimat tanggapan balik. Setelah si anak puas, barulah guru kembali ke topik pembicaraan semula. Cara ini berbeda dengan cara menghadapi anak yang duduk di TK A, dimana mereka yang suka memberi celotehan yang tak sesuai dengan topik pembelajaran harus sudah diarahkan untuk hanya memberikan komentar dan pendapat seputar topik saja. 
Sebelum membicarakan tentang teori kognitif Jean Piaget, kita perlu terlebih dahulu mengetahui beberapa konsep penting yang diutarakan oleh beliau. Antara konsep-konsep penting tersebut adalah :
1. Skema
-Ia merujuk kepada potensi am yang ada dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu
dengan cara tertentu.
-Contohnya, sewaktu dilahirkan, bayi telah dilengkapkan dengan beberapa gerakan pantulan
yang dikenali sebagai skema seperti gerakan menghisap, memandang, mencapai, merasa,
memegang, serta menggerakkan tangan dan kaki.
-Bagi gerakan memegang, kandungan skemanya adalah memegang benda yang tidak
menyakitkan.
-Oleh itu, bayi juga akan cenderung memegang benda-benda yang tidak menyakitkan seperti
contoh, jari ibu.
-Skema yang ada pada bayi akan menentukan bagaimana bayi bertindakbalas dengan
persekitarannya.

2. Asimilasi
-Asimilasi merupakan satu proses penyesuaian antara objek yang baru diperolehi dengan
skema yang sedia ada.
-Proses asimilasi yang berlaku membolehkan manusia mengikuti sesuatu modifikasi skema
hasil daripada pengalaman yang baru diperolehi.
-Contohnya, seorang kanak-kanak yang baru pertama kali melihat sebiji epal. Oleh itu, kanak-
kanak tersebut akan menggunakan skema memegang (skema yang sedia ada) dan sekaligus
merasanya. Melaluinya, kanak-kanak tersebut akan mendapat pengetahuan yang baru
baginya berkenaan "sebiji epal".
3. Akomodasi
-Merupakan suatu proses di mana struktur kognitif mengalami perubahan.
-Akomodasi berfungsi apabila skema tidak dapat mengasimilasi (menyesuaikan) persekitaran
baru yang belum lagi berada dalam perolehan kognitif kanak-kanak.
-Jean Piaget menganggap perubahan ini sebagai suatu proses pembelajaran.
-Contohnya, kanak-kanak yang berumur dua tahun yang tidak ditunjukkan magnet akan
menyatukan objek baru ke dalam skemanya dan mewujudkan penyesuaian konsep terhadap
magnet itu.
4. Adaptasi
-Ia merupakan satu keadaan di mana wujud keseimbangan di antara akomodasi dan asimilasi
untuk disesuaikan dengan persekitaran.
-Keadaan keseimbangan akan wujud apabila kanak-kanak mempunyai kecenderungan sejadi
untuk mencipta hubungan apa yang dipelajari dengan kehendak persekitaran.

Jean Piaget mendapati kemampuan mental manusia muncul di tahap tertentu dalam proses perkembangan yang dilalui. Menurut beliau lagi, perubahan daripada satu peringkat ke satu peringkat seterusnya hanya akan berlaku apabila kanak-kanak mencapai tahap kematangan yang sesuai dan terdedah kepada pengalaman yang relevan. Tanpa pengalaman-pengalaman tersebut, kanak-kanak dianggap tidak mampu mencapai tahap perkembangan kognitif yang tinggi.

Oleh yang demikian, beliau telah membahagikan perkembangan kognitif kepada empat tahap yang mengikut turutan umur.
Tahap-tahap perkembangan tersebut ialah :
  • Tahap Sensorimotor @ deria motor (dari lahir hingga 2 tahun)
  • Tahap Praoperasi ( 2 hingga 7 tahun)
  • Tahap Operasi Konkrit (7 hingga 12 tahun)
  • Tahap Operasi Formal (12 tahun hingga dewasa)
Anak, pada dasarnya, belum mampu mandiri, masih sangat labil, egosentris dan belum tahu apa itu prestasi. Anak juga tidak tahu akan kelebihan dan kekurangannya. Maka diharapkan orangtua, guru, pengasuh, anggota keluarga di sekitarnya yang dapat menyikapi hal-hal yang dialami anak dalam tumbuh kembang pada usia dini, sehingga kelebihan dan kekurangan tersebut terbimbing.
Sudahkah sikap dan tindakan orang dewasa berfihak pada anak? Atau justru anak berprestasi karena korban ambisi orang dewasa? Hal ini yang harus menjadi perhatian sebagai filter dan penyelesaian yang berfihak pada hak anak. Anak berprestasi karena potensi yang dimiliki direspon orang dewasa, atau anak tidak berpotensi namun dan berusaha berprestasi, maka kewajiban orang dewasa untuk membantu dan membimbing.
Prestasi secara umum adalah anak yang mampu belajar, mengatasi masalah pengelolaan emosional, sosialisasi, dan kemandirian. Prestasi dalam hal khusus adalah keberhasilan meraih kejuaraan dalam mengikuti lomba/ajang kompetisi yang diadakan Sekolah, Dinas Pendidikan, Lembaga/instansi lain maupun Perusahaan. Tulisan berikut adalah sepenggal pengalaman memberikan pengajaran untuk meraih prestasi secara umum maupun khusus.
Penulis berkeyakinan bahwa terdapat sebuah benang merah dalam hal pemberlakuan metode ajar dalam pencapaian prestasi siswa, yaitu pemahaman menyeluruh oleh guru sebagai pengajar mengenai manajemen pembelajaran. Terkait dengan capaian prestasi dan proses yang menyertainya, pembahasan yang disajikan lebih dititik beratkan pada tema membangun motivasi belajar siswa.
Sertain, dalam bukunya Psychologi Understanding of Human Behaviour Motif, menyatakan motif sebagai pernyataan yang kompleks didalam organisme yang mengarahkan tingkah laku atau perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang. Sedangkan Duncan, ahli administrasi berpendapat dalam konsep menejemen motivasi berarti setiap usaha yang didasari untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.
Divisi secara umum motivasi adalah suatu usaha yang didasari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan suatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Motif dibedakan menjadi dua macam yakni motif  intinsik dan motif ekstrinsik. Disebut motif intrinsik jika yang mendorong untuk bertindak ialah nilai-nilai yang terkandung di dalam obyek itu diri sendiri.
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan sehari-hari banyak didorong oleh motif ekstrinsik yakni yang mendorong untuk bertindak adalah obyek itu dari luar diri seseorang/anak.
Interaksi antara cara mengajar guru dengan anak berpengaruh pada hasil belajar. Cara mengajar guru yang menarik akan menantang siswa untuk berpikir dan berperan aktif sehingga akan mempengaruhi motivasi siswa secara positif. Penelitian menyatakan motivasi intrinsik merupakan multi konsep dari minat, persepsi, dan ketahanan belajar.
Motivasi murni bersifat efektif/ berkaitan dengan perasaan seseorang. Menurut Ames dan Archer mengubah motivasi berarti mengubah cara berpikir anak, memahami tujuan dan pembelajaran, serta melihat proses hasil pembelajaran dengan cara yang berbeda.
Tugas guru adalah membangkitkan dan membangun motivasi intrinsik yang sifatnya lebih karena kesadaran dan kemauan yang timbul dalam diri anak. Menghargai dan memberi kesempatan pada anak untuk banyak mengungkapkan celotehnya, dan eksplorasi sikap perilaku yang disikapi guru dengan pengarahan tutur kata serta tindakan sesuai tahap perkembangan anak.
Bagaimanapun, disekolah guru adalah satu-satunya motivator bagi anak. Segala ucapan dan tindakan guru menempatkannya sebagai malaikat dalam pola pikir anak. Kasih sayang, ketulusan, dan keikhlasan dalam membimbing sangat dirasakan pribadi anak.
Pemberian motivasi pada anak pada tahap awal bisa diberikan melalui tutur kata sapaan dan pujian. Langkah ini sangat penting bagi anak untuk merasakan keberadaannya dihargai. Sentuhan fisik seperti berjabat tangan, dan tepuk tangan untuk apapun yang berhasil anak lakukan juga tidak kalah pentingnya. Guru, dalam aktivitas anak, seberapapun kerepotan yang muncul, juga harus bisa memposisikan anak sebagai pribadi yang mampu.
Sedangkan sebagai inti dari komunikasi verbal adalah, melakukan kontak mata dengan pandangan melindungi serta memberikan ketenangan. Sedangkan pada sisi guru, dua model motivasi tersebut juga harus teraplikasi dalam bentuk komitmen keterbukaan terhadap kritik. Guru harus membuang jauh rasa segan bertanya pada figur yang profesional atau memiliki kompetesensi dibidangnya.
Setelahnya guru harus sanggup membentuk team work disekolah dan menjalin dukungan total dari orang tua.
Dengan pemahaman manajemen pembelajaran motivasi seperti itu, capaian prestasi anak tidak akan lagi menjadi idaman belaka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar